Fiction Story : Roller Coaster ( Bab 3 : Terima Kasih, Miki )
Bab 3 :
“Terima Kasih, Miki”
Sudut
pandang : Mine
Aku memang
jadi lebih dekat dan akrab sama Miki. Ya, itu karena kelompok kerja yang memang
selalu formasinya berdasarkan nomor urut absen. Karena nomor absen kita yang
dekatan jadi formasinya selalu Michael, Miki, Mine alias aku, Nami dan Nirma.
Iya, beneran formasinya selalu begitu-begitu aja. Sebenarnya karena banyaknya
tugas kelompok dengan anggota yang begini terus, aku gak cuma jadi dekat sama
Miki aja, lagian aku juga gak keberatan sama sekali kok.
“Terus kenapa aku mikirnya Miki doang pas
awal?” seakan pikiranku mengejek diriku sendiri.
“Eh!
bukannya kerja malah bengong aja ya !” sahut Miki tiba-tiba sambil menampakkan
mukanya ke depan mukaku dengan super duper dekatnya. Aku otomatis menghindar
secepat mungkin. Secepat teman-teman meng-cie-kan
aku.
“Gila ya lu?”
kataku.
“Iya tergila
gila sama lu” bisik Nami ke kupingku.
Miki,
Michael, Nirma ketawa, suara Nami kalau lagi bisik-bisik memang kayak suara
dosen lagi jelasin materi, ya kedengeran lah sama temen-temen kelompok ini.
Percuma.
“Dah ah,
gila semuanya dah, ini gimana tugasnya ? tinggal 3 hari lagi loh” peringatku
Kita semua
akhirnya melanjutkan tugas yang bikin sumpek kepala sampai habis hari itu juga.
Tidak terasa
lama saat mengerjakannya, padahal kita memakan waktu 11 jam di lounge kampus. Padahal juga tadi ada
sedikit cekcok antara Nami sama Miki.
Nami yang
tiba-tiba berlagak menggodai Miki, Miki jadi terganggu, jelas sih, Nami
melakukannya gak hanya sekali aja. Aku dan yang lain juga risih liatnya malah kaget.
Miki jadi marah, ini mengingatkanku kalau Miki yang galak itu sempat hilang
beberapa minggu ini. Nami telah membangunkan berkali-kali singa yang lagi
tidur.
“Hai” Miki
menyapaku dari jauh sambil jalan kearahku.
“Hai juga”
balas ku
“Belom
pulang ternyata ya. Hmm, tadi kaget ya pas gue marah ke Nami?” tanyanya sambil
membereskan tasnya
“Eh kok tau
? ya lumayan kaget sih, habisnya kan udah lama lu gak marah-marah eh marah lagi,
galak sekali” jelasku.
“Iya hahaha,
tadi gue sempet ngelirik ke arah lu pas gue omelin tuh si Nami, muka lu lucu
banget kagetnya hahaha” jawabnya dengan diakhiri menujukan wajah kaget ku ala
nya.
“Ah rese lu,
sempet-sempetnya ngelirik” aku balas dengan senyum menahan ketawa.
Dia
meninggalkanku, aku mendengar suara motornya.
“Nih pake”
sambil menyodorkan helm dan jaketnya. “Kebetulan bawa dua, daripada nungguin
mikrolet yang lewat, malem-malem gini, mana ada”
Aku bengong,
tatapanku kosong ke arah matanya yang hitam.
Dia
memakaikan helm untukku dan memberikan jaket miliknya.
“Udah naik,
gue anter. Yang ada nanti lu dikira satpam loh nungguin di depan parkiran”
katanya.
Aku hanya
bisa mengangguk dan segera naik ke motornya.
Dipertigaan
jalan, sambil menunggu lampu merah, Miki tiba-tiba ngomong “Iyalah, gue marah
banget tadi, ngapain coba si Nami godain gue, pegang-pegang gue, berkali-kali
lagi”
Aku
membalasnya dengan ketawa kecil dan menepuk helmnya.
“Udah, dia
becanda aja kali” balasku. “Makasih ya, Mik”
Miki
melihatku lewat kaca spion dengan alisnya yang mengerut kebingungan maksudku.
“Tuh udah
ijo lampunya” kataku supaya Miki gak terlalu mikirin apa maksudku.
Sesampainya
di rumahku, aku turun dari motor Miki dan sambil melepaskan helm, Miki bertanya
“Maksudnya makasih tadi apaan?” ternyata dia masih penasaran.
“Makasih ya,
helm nya” kataku sambil memberikan helm miliknya, menatapnya sambil memberikan
senyuman untuk malam ini.
“Yang
bener?” kata dia memastikan.
“Makasih ya
udah anterin” aku berjalan masuk ke rumahku sekali lagi aku memberikan senyuman
perpisahan untuk malam ini.
Aku
melambaikan tangan “Hati – hati ya” kata penutupku.
Aku masuk ke
rumah dan langsung ke kamar dan menutup pintu kamarku yang berwarna putih.
“OH IYA !”
aku menepuk jidatku.
Jaket Miki yang nyaman, dan melindungiku
dari angin malam ini, masih terpakai dengan nyamannya di tubuhku. Aku tersenyum “Terima kasih, Miki”
Comments
Post a Comment